Selasa, 17 Februari 2015

#AZNAL SALIM# PROTEIN SUSU KEDELAI



KARYA TULIS ILMIAH




PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI (Glicine max Linn) DENGAN KULIT
BIJI DAN TANPA KULIT BIJI





 



 




Oleh :


LA ODE AZNAL MURSALIM
F.11.058






PROGRAM STUDI D-III FARMASI
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
KENDARI
2014







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu permasalahan gizi yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih rendahnya konsumsi protein. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dikembangkan penyediaan bahan pangan yang mengandung zat gizi berprotein tinggi dan dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat (Koswara, S dan Nuri, A, 1992).
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein mengandung unsur karbon, oksigen, dan nitrogen yang banyak terdapat pada kacang kedelai, daging, telur, ikan, dan susu. Tetapi kandungan tertinggi terdapat dalam kedelai khususnya dalam bentuk susu (Poedjiadi, 1994).
Kedelai merupakan salah satu tanaman yang telah dibudidayakan di Indonesia dari tahun ke tahun. Hal ini memberikan isyarat bahwa kedelai mempunyai nilai ekonomi sosial yang tinggi dan peranannya makin strategis dalam tatanan kehidupan manusia. Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak, bahan baku industri maupun bahan penyegar. Bahkan dalam tatanan perdagangan pasar internasional, kedelai merupakan komoditas ekspor berupa minyak nabati, pakan ternak dan lain-lain ke berbagai negara di dunia (Rukmana, Rahmad, 1996).
Susu kedelai adalah minuman yang diperoleh dari sari kedelai, yang kaya akan nutrisi. Susu kedelai bukan suatu obat, tetapi minuman tambahan yang dapat menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat sehingga tidak mudah terserang penyakit. Bahan baku yang digunakan adalah biji kedelai, dan sebagai tambahannya digunakan pemanis dan pengaroma. Protein susu kedelai memiliki susunan asam  amino  yang  hampir  sama  dengan  susu  sapi  sehingga  susu  kedelai  dapat  digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi terhadap protein hewani (Cahyadi, 2007).
Sebagian besar produsen susu kedelai pada saat pembuatan/pengolahan susu kedelai, biji kedelai tersebut dikupas kulitnya agar susu kedelai yang dihasilkan berwarna putih seperti susu sapi, sedangkan untuk pengolahan susu kedelai dengan kulit biji masih sebagian kecil yang menggunakannya.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbandingan Kadar Protein Susu Kedelai (Glicine max Linn) dengan Kulit Biji dan Tanpa Kulit Biji”
B. Rumusan Masalah
Berapa besar perbandingan kadar protein pada susu kedelai (Glicine max Linn) dengan kulit biji dan tanpa kulit biji ?
C. Tujuan Penelitian
1.         Tujuan umum
Untuk menganalisis kadar protein pada susu kedelai.


2.      Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui kadar protein pada susu kedelai (Glicine max  Linn) dengan kulit biji.
b.      Untuk mengetahui kadar protein pada susu kedelai (Glicine max Linn) tanpa kulit biji.
c.       Untuk mengetahui perbandingan kadar protein pada susu kedelai (Glicine max Linn) dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
D.  Ruang Lingkup
Penelitian ini hanya dibatasi pada kadar protein pada susu kedelai (Glicine max  Linn) dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
E.     Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu :
1.      Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan protein susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
2.      Menambah data ilmiah dan kegunaan protein pada susu kedelai.
3.      Sebagai bahan referensi dan literatur bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.
F.     Hipotesis
Terdapat perbedaan kadar protein pada susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Tanaman Kedelai
1.      Klasifikasi kedelai
Kedelai   merupakan  tanaman  asli  daratan Cina  dan   telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 tahun SM. Kedelai  mulai  dikenal  di Indonesia  sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan  kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau- pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine  soja  dan  Soja  max.  Namun  pada  tahun  1948  telah  disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :
Kingdom     : Plantae
Division      : Spermatophyta
Subdivisio   : Angiospermae
Kelas          : Dicotyledoneae
Ordo           : Rosales
Family        : Leguminosae
Genus         : Glycine
Spesies       : Glycine max (L.) Merril (Adisarwanto, 2005)
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.
2.      Biji Kedelai
Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai  ukuran  bervariasi,  mulai  dari  kecil  (sekitar  7-9  g/100  biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung  pada varietas tanaman,  yaitu bulat, agak gepeng,  dan bulat telur.
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan  biji. Warna  kulit  biji  bervariasi,  mulai  dari  kuning,  hijau,  coklat,  hitam,  atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut.
Gambar 1. Struktur biji kedelai
Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%.
Kulit  biji   kedelai   merupakan limbah industry pembuatan tempe yang didapat setelah melalui proses perebusan dan perendaman  kacang kedelai.  Setelah melalui  kedua  proses  ini  maka  kulit  biji kedelai akan terpisah  dan biasanya  akan dibuang begitu  saja.  Kulit ini masih  potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak mengingat kandungan protein dan energinya  yang  cukup  tinggi.  Menurut bahwa kulit biji kedelai mengandung  protein  kasar  17,98  %, lemak  kasar  5,5  %,  serat  kasar  24,84  % dan energy metabolis 2898 kkal/kg. (Iriyani, 2001)
Kedelai dipilih sebagai bahan baku susu karena memiliki kandungan gizi yang tinggi. Di antara kacang-kacangan, kadar protein kedelai memang paling tinggi. Kandungan gizi kedelai ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Biji Kedelai Kering
Kandungan Gizi
Proporsi nutrisi dalam biji
Kalori (kal)
Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mgram) Fosfor (mgram)
Zat besi (mgram)
Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mgram) Vitamin C (mgram) Air (gram)
Bagian yang dapat dimakan (%)
268,00
30,90
15,10
30,10
196,00
506,00
6,90
95,00
0,93
0,00
20,00
100,00
(Sumber: Rahmat Rukmana, 1997)
Pada dasarnya semua biji-bijian dapat diproses menjadi susu. Dengan diolah menjadi susu akan menaikkan nilai cerna dari biji-bijian tersebut.
B.    Susu Kedelai
1. Definisi
Susu kedelai merupakan  minuman  yang bergizi karena kandungan  proteinnya  tinggi. Selain itu susu kedelai juga mengandung  lemak, karbohidrat,  kalsium,  phosphor,  zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air (Radiyati, 1992).
Menurut Koswara (1992) susu kedelai adalah susu yang diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk memperoleh filtrat yang kemudian dididihkan dan diberi bumbu untuk meningkatkan rasa.
Susu kedelai memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan produk susu hewani dan minuman soft drink lainnya. Produk ini menonjolkan khasiat yang antara lain mengurangi kadar gula darah pada tubuh kita. Selain itu, menurut penelitian Dr Edward, orang yang terbiasa mengkonsumsi susu kedelai, pada usia 80 tahun pun masih produktif (Anonim, 2004).
 Susu kedelai dapat dibuat dengan teknologi dan peralatan sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus, sehingga semua orang dapat membuat sendiri di rumah. Selain untuk konsumsi sendiri, susu kedelai juga dapat menjadi ladang usaha yang prospektif bila dikelola dengan baik. Kendala utama yang dihadapi produsen adalah cepat rusaknya susu kedelai apabila  susu  kedelai  tidak  disimpan  di  lemari  pendingin.  Susu  kedelai  yang  rusak ditandai dengan berubahnya bau, warna, rasa, atau mengental, kemudian terjadi pemisahan air dengan endapan sari kedelai (Cahyadi, 2007).
Susu kedelai yang dibuat secara tradisional memiliki flavor karakteristik yang tidak  disukai  konsumen.  Beany  flavor  ini  merupakan  faktor  intrinsik  yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif asam lemak tak jenuh karena aktivitas enzim lipoksigenase (Smith dan Circle, 1972). Salah satu cara untuk melunakkan dan menghilangkan bau langu adalah dengan merendam biji kedelai dengan larutan natrium bikarbonat (NaHCO3) 1,1% selama 8 jam (Nugraheni dan satwika, 2003).
2. Komposisi dan Nutrisi Susu Kedelai
Susu kedelai yang mengandung protein nabati tidak kalah gizinya dengan susu yang berasal dari hewan (susu sapi). Komposisi gizi di dalam susu kedelai dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Komposisi Gizi Susu Kedelai Cair dan Susu Sapi (dalam 100 gram)

Komponen
Susu Kedelai
Susu Sapi
Kalori (Kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mg) Fosfor (gram)
Besi (gram) Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (tiamin) (mgram)
Vitamin C (mgram)
41,00
3,50
2,50
5,00
50,00
45,00
0,70
200,00
0,08
2,00
61,00
3,20
3,50
4,30
143,00
60,00
1,70
130,00
0,03
1,00
(Sumber: Aman dan Hardjo, 1973)
Susu kedelai baik dikonsumsi oleh orang-orang yang alergi susu sapi, yaitu   orang-orang  yang   tidak punya   atau   kekurangan   enzim   laktase (b-galaktosidase) dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa yang terkandung dalam susu sapi (Koswara Sutrisno, 1997). Ketahanan tubuh masing-masing orang terhadap susu hewani yang mengandung laktosa berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kandungan enzim laktase dalam mukosa usus. Enzim laktase ini berguna untuk menghidrolisis laktosa menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa agar dapat digunakan untuk metabolisme dalam tubuh manusia. Bila kekurangan enzim laktase maka laktosa tidak dapat dicerna dengan baik, sebagai akibatnya laktosa akan tertimbun dalam jaringan tubuh manusia sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh. Lebih dari 70% orang-orang dewasa di Afrika, Asia, dan Indian Amerika menunjukkan adanya kekurangan enzim laktase (Buckle, 1987).
3. Khasiat Susu Kedelai
Berbagai khasiat susu kedelai yang dapat dimanfaatkan adalah :
a.       Minuman untuk penderita autisme.
b.      Minuman untuk vegetarian.
c.       Mengurangi kadar kholesterol darah.
d.      Mencegah arteriosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke
e.       Mencegah diabetes mellitus.
f.       Menghambat menopause, dan osteoporosis.
g.      Mencegah migrain.
h.      Mencegah kanker.
i.     Mencegah penuaan dini.

4. Proses Pembuatan Susu Kedelai
a.    Memilih atau sortasi kedelai
Kedelai yang akan dibuat susu kedelai harus dipilih yang bijinya utuh dan bagus. Kedelai yang kulitnya pecah, keriput, dan berjamur harus dipisahkan. Begitu juga kotoran seperti kerikil dan cangkang kedelai yang terbawa harus dibuang.
b.   Merendam kedelai dalam larutan soda kue
Setelah disortasi, kedelai diredam dalam air yang telah ditambah soda kue dengan kosentrasi 0,25-0,5%. Artinya, jika jumlah air yang dipakai 500 ml, jumlah soda kue yang diperlukan 125 mg dan peredaman dilakukan selama 30 menit.
c.    Merebus kedelai dan membuang kulit Ari
Kedelai yang telah diredam, ditiriskan di atas tampah sampai tidak ada air yang menetes lagi. Setelah itu, kedelai dibilas kemudian direbus selama 30 menit. Perebusan berfungsi untuk menghilangkkan bau langu (off flavor) dan mengurangi zat anti gizi (antitripsin) pada kedelai. Kedelai yang telah direbus dan agak dingin, dibuang kulit arinya dengan cara diremas-remas.
d.   Memblender atau menggiling
Kedelai yang sudah direbus dan dibuang kulit arinya, dihaluskan menggunakan blender. Pada saat memblender jangan lupa untuk menambahkan air panas yang temperaturnya 80-1000 C.


e.    Menambahkan air panas
Untuk memperoleh cita rasa susu kedelai yang kuat dan khas, bubur kedelai ditambah dengan air panas yang perbadingannya 15 : 1.
f.    Menyaring bubur kedelai
     Bubur kedelai yang diencerkan, selanjutnya disaring. Penyaringan dilakukan menggunakan kain kasa yang pori-porinya halus agar diperoleh susu kedelai yang ukuran partikelnya kecil sehingga tidak ada endapan.
g.   Menambahkan gula dan Esen
      Susu kedelai mentah rasanya masih tawar, sehingga perlu ditambah gula. Jumlah gula yang ditambahkan 5-7%. Artinya, jika jumlah susu kedelai mentah 1 liter (1.000 mL), gula yang ditambahkan 50-70 gram.
h.   Merebus susu kedelai mentah
Susu kedelai mentah yang telah ditambah gula dan esen, direbus dalam panic. Setelah mendidih, api segera dikecilkan susu kedelai terus direbus dengan api kecil selama 20 menit.
i.     Menambahkan CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Sebelum dimasukan dalam kemasan, susu kedelai perlu ditambah CMC. Tujuannya untuk mencegah terjadinya endapan pada susu kedelai. Kadar CMC yang ditambahkan sebanyak 100 mg per satu liter susu kedelai atau 1 sendok teh CMC untuk 50 liter susu kedelai.
(Mudjajanto, Eddy dan Kusuma, Fauzi R,  2005).


C.    Protein
1. Definisi
Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu proteios yang berarti pertama yang menunjukan bahwa zat itu menjadi dasar kehidupan. Protein adalah zat yang dibentuk oleh sel-sel hidup lebih dari separuh zat yang terbentuk padat, didalam jaringan manusia dan hewan mamalia terdiri atas protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup (Poedjiadi, 1994)
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang sangat penting. Senyawa ini didapat dalam sitoplasma pada semua sel hidup baik manusia, hewan, unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Protein mirip dengan substansi organik lain seperti lemak dan karbohidrat tetapi protein juga mengandung nitrogen, belerang, fosfor, dan besi (Gaman dan Sherrington, 1994).
Protein yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari terdiri dari 20 macam asam amino. Sembilan diantarannya merupakan asam amino esensial bagi tubuh. Asam amino esensial artinya asam amino yang tidak dapat disintesa dalam tubuh, harus tersedia dalam makanan yang dikonsumsi (Soeditama, 1996).
Di dalam tubuh manusia protein dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida. Asam amino adalah asam karbosilat  yang mempunyai amino pada atom karbon. Ada beberapa jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein yaitu, alanin, arginin, asparagin, asam aspartat, asam glutamat, fenilalanin, glutamine, glisin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, prolin, sistein, serin, treonin, triptofan, tirosin, 4-hidoksiprolin, asam-asam amino ini terikat satu dengan yang lainnya oleh ikatan peptida (Poedjiadi, 1994).
Gambar 2. Jenis-jenis asam amino
Pada umumnya kadar protein didalam bahan pangan ditentukan oleh mutu bahan pangan itu sendiri. Berdasarkan sumbernya, protein terbagi dua (2) yaitu protein yang berasal dari hewan (protein hewani) misalnya dari daging, telur, susu, dan produk olahan susu. Protein yang berasal dari tumbuhan (protein nabati) misalnya kacang-kacangan.
2.   Klasifikasi protein
Protein secara biokimia diklasifikasikan berdasarkan fungsi biologis yaitu :
a.       Protein sebagai enzim, enzim merupakan jenis protein yang mempunyai sifat beragam dan spesifik serta mempunyai fungsi sebagai katalis untuk reaksi biokimia contoh ribonuklease, suatu enzim yang mengkatalisis dalam hidrolis RNA.
b.      Protein membangun berfungsi sebagai unsur pembentuk struktur misalnya glikoprotein merupakan penunjang struktur dinding sel.
c.       Protein kontrakril merupakan golongan protein yang berfungsi dalam proses gerak misalnya cincin terdapat dalam rambut gelat dan flagel.
d.      Protein pengangkut mempunyai kemampuan untuk mengikat molekul protein tertentu dan melakukan pangangkutan berbagai macam zat melalui aliran darah misalnya hemoglobin.
e.       Protein hormon seperti enzim hormon yang merupakan protein aktif misalnya insulin mengatur proses metabolisme glukosa.
f.       Protein bersifat racun, beberapa protein yang bersifat racun terhadap hewan kelas tinggi misalnya racun ular.
g.      Protein pelindung, umumnya terdapat pada darah vertebrata sebagai contoh trombin berperan dalam mekanisme pembekuan darah.
h.      Protein cadangan, disimpan untuk berbagai proses dalam metabolisme contohnya zein dalam jagung (Wirahadikusuma, 1981).
3.   Fungsi protein
Protein  memegang  peranan  penting  dalam  berbagai  proses biologi. Peran-peran tersebut antara lain:
a.       Katalisis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
b.      Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik. Misalnya transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot oleh hemoglobin.
c.       Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan sperma oleh flagela.
d.  Penunjang mekanis
Ketegangan kulit  dan   tulang disebabkan oleh kolagen yang merupakan protein fibrosa.
e.  Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisme lain.
f.  Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada sinapsis.
g.  Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh  protein  faktor  pertumbuhan.  Misalnya  faktor  pertumbuhan saran mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf.  Selain itu, banyak hormon merupakan protein (Santoso, H. 2008).
4.  Metabolisme protein
Protein yang terdapat dalam makanan kita dicerna dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino, yang diabsorbsi dan dibawa oleh darah ke hati. Sebagian asam amino diambil oleh hati. Sebagian lagi diedarkan kedalam jaringan-jaringan diluar hati. Protein dalam sel-sel tubuh dibentuk dari asam amino. Bila ada kelebihan asam amino dari jumlah yang digunakan untuk biosintesis protein, kelebihan asam amino akan diubah menjadi asam keto yang dapat masuk ke dalam siklus asam nitrat atau diubah menjadi asam lemak.
Hati merupakan organ tubuh dimana terjadi reaksi katabolisme maupun anabolisme. Asam amino yang dibuat dalam hati, dibawa oleh darah ke dalam jaringan untuk digunakan. Proses anabolik juga terjadi dalam jaringan luar hati. Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Banyaknya asam amino dalam darah tergantung pada keseimbangan antara pembentukan asam amino dan penggunaanya. Hati berfungsi sebagai pengatur konsentrasi asam amino dalam darah (Poedjiadi, 1994).
5.      Analisa Protein
a.       Penentuan N-total. Cara semi – mikro - kjeldahl
1.      Ambil 10 mL susu atau larutan protein dan masukkan kedalam labu takar 100 mL dan encerkan dengan aquadest sampai tanda.
2.      Ambil 10 mL dari larutan ini dan masukkan ke dalam labu kjeldahl 500 mL dan tambahkan 10 mL H2SO4 (93 - 98%). Tambahkan 5 g campuran Na2SO4 – HgO (20 : 1) untuk katalisator.
3.      Didihkan sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 menit lagi. Setelah dingin, cucilah dinding dalam labu kjeldahl dengan aquadest dan didihkan lagi selama 30 menit.
4.      Setelah dingin tambahkan 140 mL aquadest dan tambahkan 35 mL larutan NaOH-Na2SO4 dan beberapa butiran zink.
5.      Kemudian lakukan destilasi; distilat ditampung sebesar 100 mL dan Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator metil merah/metilen biru.
6.      Titrasilah larutan yang diperoleh dengan 0,02 HCl
7.      Hitunglah total N atau % protein dalam contoh
b.   Penentuan N-Total. Cara makro-kjeldahl yang dimodifikasi
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2.  Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II)

      oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.

3.  Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 mL aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan  larutan  natrium  hidroksida  50%  sebanyak  50  ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
5.  Pasanglah labu  Kjeldahl  dengan   segera  pada  alat  destilasi. Panaskan  labu Kjeldahl  perlahan-lahan  sampai dua lapis  cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
5.   Destilasi  ditampung  dalam  Erlenmeyer  yang  telah  diisi  dengan larutan  baku  asam  klorida  0,1N  sebanyak  50  ml  dan  indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa  kaca  destilator  dipastikan  masuk  ke  dalam  larutan  asam klorida 0,1N.
6. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning.
7. Buatlah larutan blangko dengan mengganti bahan dengan aquadest, lakukan destruksi, distilasi dan titrasi seperti bahan contoh.
c.   Penentuan N-total. Cara gunning
1.      Ditimbang 0,7 - 3,5 g bahan yang telah ditumbuk halus dan masukkan kedalam labu kjeldahl, tambahkan 10 g k2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 15 – 25 mL  Na2SO4 pekat. Kalau destruksi sukar dilakukan perlu ditambahkan 0,1 – 0,3 CuSO4, dan digojok.
2.      Kemudian dipanaskan pada pemanas listrik atau api Bunsen dalam almari asam, mula–mula dengan api kecil dan setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jerni tak berwarna.
3.      Dibuat pula perlakuan blangko yaitu seperti perlakuan diatas tanpa contoh.
4.      Setelah labu kjeldahl beserta cairannya menjadi dingin kemudian ditambahkan 200 mL aquadest dan 1 g Zn, serta laritan NaOH 45% sampai cairan bersifat basis. Pasanglah labu kjeldahl dengan segera pada alat distilasi.
5.      panaskan labu kjeldahl sampai ammonia menguap semua, distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 100 mL HCl 0,1 N yang suda diberi indikator phenopthalin 1% beberapa tetes. Distilat diakhiri setelah volume distilat 150 mL atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis.
6.      Kelebihan HCl 0,1N dalam distilat dititrasi dengan larutan basa standar (larutan NaOH 0,1N).
d.      Penentuan kadar protein. Cara titrasi formol
1.      Pindahkan 10 mL susu atau larutan protein ke dalam Erlenmeyer 125 mL mL dan tambahkan 20 mL aquadest dan 0,4 mL larutan K-oksalat jenuh (K-oksalat : air = 1:3. Perhatian : K-oksalat beracun) dan 1 mL phenolphthalein 1%. Didiamkan selama 2 menit.
2.      Titrasilah larutan contoh dengan NaOH sampai mencapai warna merah jambu.
3.      Setelah warna tecapai, tambahkan 2 mL larutan formaldehid 40% dan titrasilah kembali dengan larutan NaOH sampai warna merah jambu. Catatlah titrasi kedua ini.
4.      Buatlah titrasi blanko yang terdiri dari : 20 mL aquadest + 0,4 mL larutan K-oksalat jenuh + 1 mL indikator phenolphthalein + 2 mL formaldehid; dan titrasilah dengan larutan NaOH.
e.       Penentuan kadar protein. Cara spektrofotometer
1.      Ambil 5 mL susu atau larutan protein dan encerkan sampai 100 mL dengan aquadest dalam labu takar.
2.      Dari larutan diatas, ambil 5 mL dan tambahkan 10 mL larutan amido black dalam tabung sentrifuge 15 mL dan gojoklah. Diamkan selama 10 menit dan kemudian disentrifuge (2500 rpm) selama 5 menit.
3.      Ambil 3 mL supernatant dan encerkan menjadi 200 mL dalam labu ukur dan bacalah Optical Density (OD) dengan spektrofotometer (misalnya spectronic 20) pada panjang gelombang 615 nm.
4.      Buatlah blanko dengan mengganti 5 mL larutan contoh dengan 5 mL aquadest.
5.      Standarisasi spektrofotometer pada OD nol dengan aquadest dan bacalah OD blanko (dengan kuvet). Harga OD terkoreksi (OD – OD blanko) dipakai untuk menentukan kadar protein dengan membaca pada kurva standar.
f.       Penentuan kadar protein . Cara Lowry (Spektrofotometer)
Untuk menentukan kadar protein terlarut secara cepat (misalnya untuk uji enzimologis) dapat digunakan metode lowry ini.
1.      Penyiapan kurva standar larutan protein
a.       Siapkan larutan protein (Misalnya Bovine Serum Albumin (BSA), albumin serum darah sapi, kasein murni dan lain-lain) sekitar 300 µ g/mL (ukur dengan tepat).
b.      Siapkan larutan protein tersebut dalam tabung reaksi sehingga kadarnya bertingkat dari 30-300 µ g/mL.
c.       Tambahkan ke dalam masing – masing tabung 8 mL reagen lowry  B dan biarkan paling sedikit 10 menit.
d.      Tambahkan kemudian 1 mL reagen lowry A, gojog dan biarkan 20 menit.
e.       Bacalah OD (absorbance) pada panjang gelombang 600 nm dengan Spektrofotometer.
f.       Buatlah kurva standar pada kertas grafik yang menunjukkan hubungan antara OD (pada ordinat) dan konsentrasi (pada absis).
2.      Penyiapan sampel.
a.       Larutan protein sampel (contoh, cuplikan) yang terlarut misalnya enzim, albumin dan lain –lain endapkan terlebih dahulu dengan ammonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan ammonium sulfat dalam larutan).
b.      Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifuge 11.000 rpm selama 10 menit. Pisahkan supernatannya.
c.    Persipitat yang merupakan protein kemudian perlu dilarutkan kembali dengan buffer (dapar) asam asetat pH 5,0 misalnya sampai 10 mL.
d.      Kemudian ambil volume tertentu dari larutan protein sampel dan  lakukan prosedur seperti pada penyiapan kurva standar larutan protein mulai dengan penambahan lowry B dan seterusnya.
e.       Bacalah kadar protein OD yang didapat dari larutan sampel dengan menggunakan kurva standar. Jangan lupa memperhitungkan pengenceran sampel yang telah dilakukan (Sudarmadji, S, dkk. 2007).

              Kadar protein dalam suatu bahan makanan atau jaringan dapat ditetapkan di laboratorium dengan menganalisa kandungan nitrogen dalam bahan tersebut. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menentukan kandungan protein dalam bahan makanan adalah metode Kjeldahl. Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen  total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan  asam  sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan  amonium  sulfat.  Setelah  pembebasan  alkali yang kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
a.    Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
protein + H2SO4              CO2+H2          (NH4)2SO
                                                                Hasil destruksi
b.    Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO+  NaOH                     NH3  + H2O + Na2SO4
NH3     + H3BO3                             (NH4 )3 BO3 + 3H2O 
c.      Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah (Sukma, Ardyan dkk, 2010) :
(NH4 )3 BO3 + 3 HCl           3NH4Cl + H3BO3




BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Rancangan Penelitian
1.       Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik.
2.      Desain Penelitian
Tabel 3 : Desain penelitian
No
Sampel Uji
Pengulangan
Berat Sampel (g )
Volume Titrasi
(mL)
Kadar (%)
Rerata
1.
Susu kedelai A
A1……
A2……
A3.....




2.
Susu kedelai B
B1……
B2……
B3.....





 Keterangan :
                                A = Susu kedelai dengan kulit biji
                               B = Susu kedelai tanpa kulit biji
B.     Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah  dilaksanakan pada Bulan Juni – Juli 2014 bertempat di laboratorium Pangan  Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM) Kendari.
C.  Populasi dan Sampel
1. Populasi
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah biji kedelai.

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah susu kedelai yang dibuat/diolah sendiri dengan dua variasi yaitu biji kedelai yang masih dengan kulit bijinya dan dengan biji kedelai tanpa kulit biji.
D.  Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji
2. Variabel terikat : kadar protein.
E.  Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti didefinisikan sebagai berikut :
1.       Susu kedelai dengan kulit biji merupakan susu yang pada saat pengolahaannya/pembuatannya kulit  biji kedelai tersebut tidak dibersihkan sehingga susu yang dihasilkan cenderung berwarna putih agak kecoklat-coklatan.
2.       Susu kedelai tanpa kulit biji merupakan susu yang pada saat pengolahaannya/pembuatannya kulit  biji kedelai tersebut dibersihkan sehingga susu yang dihasilkan berwarna putih.
3.      Protein adalah zat makronutrien yang terkandung dalam susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji dalam biji kedelai yang baik untuk menjaga  kesehatan tubuh.
4.      Kadar protein adalah jumlah protein yang terkandung dalam susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji yang digunakan dalam penelitian ini.

F. Kerangka Konseptual
Tanaman kedelai
Biji kedelai putih
 


Biji tanpa kulit
Biji dengan kulit
Susu Kedelai
Kadar protein (metode kjeldahl)
Hasil
 











Keterangan :
                           = variabel yang tidak diteliti
                          = variabel yang diteliti





G. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan :
a.       Buret 25 mL
b.      Destillation Apparatus
c.       Dekstruksi Apparatus
d.      Erlenmeyer 250 mL
e.       Gelas kimia 100 mL
f.       Labu Kjeldhal 500 mL
g.      Labu Tentukur 100 mL
h.      Pipet Volume 10 mL
i.        Pipet Volume 25 mL
j.        Timbangan Analitik
2. Bahan yang digunakan yaitu :
a.       Aquadest
b.      Campuran selen
c.       H 3BO3 (asam borat)
d.      HCl (asam klorida )
e.       H2SO4  (asam sulfat)
f.       Indikator metil merah/metilen biru
g.      Indikator phenopthalein
h.      NaOH (natrium hidroksida)
i.        Kacang kedelai
j.        Zn (zink)
H. Prosedur Penelitian
1. Cara Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu kacang kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji yang diolah menjadi susu kedelai, Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih sebagai anggota sampel.
2. Penyajian Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk biji kedelai yang masih utuh yang diolah menjadi susu kedelai.
3. Pembuatan Sampel
a. Susu kedelai tanpa kulit biji
1.       Bersihkan kedelai dari segala kotoran, lalu ditimbang ± 50 gram kedelai kemudian cuci;
2.  Masukkan dalam baskom, lalu rendam dalam air bersih selama 6-8 jam;
3.      Cuci sampai kulit arinya terkelupas. Masukkan dalam alat penggiling dan ditambah dengan air ± 1 liter lalu digilling.
4.      Hasil larutan berupa susu, kemudian disaring.
5.      Susu siap diuji.
b.   Susu kedelai dengan kulit biji
1.      Bersihkan kedelai dari segala kotoran, lalu ditimbang ± 50 gram kedelai kemudian cuci;
2.  Masukkan dalam baskom, lalu rendam dalam air bersih selama 6-8 jam;
3.      Masukkan dalam alat penggiling dan ditambah dengan air  ± 1 liter lalu digilling.
4.      Hasil gilingan berupa larutan susu, kemudian disaring.
5.      Susu siap diuji.
3. Pengujian Sampel
a. Pereaksi  
1. Indikator metil red/bromcresol green
        100 mg metil merah + 30 mg metilen biru dilarutkan dalam 60 mL alkohol 95%. Encerkan menjadi 100 mL dengan aquadest yang telah didihkan.
2. Katalisator campuran selen
3. Larutan asam borat (H3BO3)
4. Larutan NaOH
5. Larutan baku HCl 0,02 N
b.Prosedur Kerja
1. Timbang seksama 0,51 gram contoh masukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml.
2. Tambahkan 2 gram campuran selen dan 25 mL H2SO4 pekat.
3. Pasang labu kjeldahl ke alat destruksi nitrogen, biarkan sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 45 menit).
4. Dinginkan, pindahkan ke dalam labutakar 100 mL, tambahkan dengan aquadest sampai tanda.
5. Pipet 5 mL larutan contoh ke dalam labu kjeldahl tambahkan 30 mL NaOH 30% dan beberapa tetes indikator phenopthalein.
6. Suling kurang lebih 5 menit, sebagai penampung gunakan 10 mL asam borat 2% yang telah ditambahkan indikator campuran (BCG dan MR)
7. Bilas ujung pendingin dengan air suling.
8. Titrasi dengan larutan HCl 0,02 N
9. Kerja penetapan blanko seperti di atas.














I. Diagram Alir
Destruksi selama 45 menit sampai jernih kehijau-hijauan
Dinginkan, pindahkan ke dalam labu takar 100 mL + aquadest sampai tanda
Pipet 5 mL larutan dalam labu destilasi + 30 mL NaOH 30% + 5 tetes phenopthalein
destilasi
Titrasi dengan HCl 0,02 N
Temuan
Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL  asam borat 2% + indikator campuran (BCG dan MR)
2 gram campuran selen + 25 mL H2SO4 pekat
0,51 gram sampel, masukkan dalam labu kjeldahl























J. Analisis Data
1. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a.    Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari tempat pengujian. Meliputi : hasil kadar protein pada susu kedelai dengan menggunakan 3 tahap pengerjaan, destruksi, destilasi dan titrasi.
b.   Data skunder yaitu data dari sumber – sumber penelitian yang relevan. Menurut Standar Nasional (SNI) No.01-2891-1992 kadar protein susu kedelai minimal 25%
2. Pengumpulan Data
   Kadar protein dalam contoh menggunakan rumus :
Jumlah N total =
Keterangan :
W  : Berat sampel
V1 : Volume HCl 0,02 N yang digunakan untuk titrasi contoh
V2 : Volume HCl 0,02 N yang digunakan untuk titrasi blanko
N   : Normalitas HCl
fk  : Faktor konversi untuk susu (6,38)
fp  : faktor pengencer
3.  Penyajian Data
Data dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel kemudian dijelaskan secara narasi.
4. Pengolahan data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji-t (-test) pada taraf kepercayaan 95% (α = 0.05).
Uji-t  =
sd2    =
keterangan :
Sd2 = Standar deviasi
n1    = jumlah sampel 1
n2   = jumlah sampel 2
  = Rerata susu kedelai dengan kulit biji
 = Rerata susu kedelai tanpa kulit biji
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan dari analisis laboratorium dengan menggunakan metode kjeldahl diperoleh rata-rata kandungan protein dalam susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Data hasil  penelitian kandungan protein pada susu kedelai  dengan  kulit biji dan tanpa kulit biji.
No
Sampel Uji
Pengulangan
Berat Sampel (g)
Volume Titrasi
(mL)
Kadar (%)
Rerata
1.
Susu kedelai A
A1
A2
A3
0,5129
0,5138
0,5236
5,00
5,00
5,10
33,81
33,75
33,87
33,81
2.
Susu kedelai B
B1
B2
B3
0,5182
0,5237
0,5291
4,70
4,75
4,80
31,18
31,23
31,28
31,23
(Sumber: Data primer, 2014)
Keterangan :
                                A = Susu kedelai dengan kulit biji
                               B = Susu kedelai tanpa kulit biji
B.     Pembahasan
Susu kedelai merupakan  minuman  kesehatan yang kaya akan kandungan gizi terutama proteinnya yang tinggi. Selain itu susu kedelai juga mengandung  lemak, karbohidrat,  kalsium,  phosphor,  zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12) dan air.
Protein merupakan salah satu unsur makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur- unsur C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein yang mengandung tembaga. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar protein pada susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
Penetapan kadar protein pada susu kedelai diuji secara kuantitatif dengan menggunakan metode kjeldahl yang terdiri atas 3 tahap yaitu tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Sebelum dilakukan tahap destruksi terlebih dulu dilakukan pengolahan sampel yaitu biji kedelai ditimbang sebanyak 50 gram lalu direndam selama 8 jam dimasukkan dalam alat penggiling dan ditambahkan dengan air sebanyak 1 liter hasil gilingan berupa susu lalu disaring dan susu siap diuji.
Pada tahap destruksi, sampel didestruksi dengan penambahan H2SO4 pekat dan 2 gram campuran selen sebagai katalis, penambahan campuran selen berfungsi untuk menaikan titik didih H2SO4 agar proses oksidasi dapat berjalan lebih cepat. Proses destruksi ini bertujuan untuk berubah unsur Nitrogen (N) menjadi (NH4)2SO4. Setelah tahap destruksi dilakukan lagi tahap destilasi dengan penambahan larutan NaOH 30% sebanyak 30 mL dan 5 tetes indikator phenopthalein lalu didestilasi selama 5 menit, hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi asam borat yang telah ditambah dengan indikator bromcresol green dan metil red.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam borat 2 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator bromcresol green dan metil red. Lalu tahap terakhir yaitu tahap titrasi, hasil destilasi yang ditampung dalam asam borat dititrasi dengan HCl 0,02 N dengan perubahan warna dari biru menjadi merah muda.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar rata-rata protein pada susu kedelai dengan kulit biji sebesar 33,81% dan kadar rata-rata susu kedelai tanpa kulit biji sebesar 31,23%. Setelah diketahui kadar rata-rata dilanjutkan dengan analisis uji-t (-test) pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) dan didapatkan harga t hitung 57,46 dibandingkan dengan t tabel dengan df = n-1 = 3-1 = 2, sehingga t tabel = 2,919, karena t hitung 57,46 ˃ 2,919 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kadar protein pada susu kedelai (Glicine max Linn) dengan kulit bji dan tanpa kulit biji. Kandungan protein susu kedelai dengan kulit biji lebih tinggi dari pada susu kedelai tanpa kulit biji disebabkan karena dalam kulit biji kedelai masih terdapat protein. Selain protein di dalam kulit biji kedelai masih terdapat lemak kasar dan serat kasar.

BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, dapat  diperoleh kesimpulan bahwa :
1.      % Kadar rata-rata protein dalam susu kedelai dengan kulit biji sebesar 33,81 %.
2.      % Kadar rata-rata protein dalam susu kedelai tanpa kulit biji sebesar 31,23%.
3.      Susu kedelai dengan kulit biji lebih besar kandungan proteinnya dari pada susu kedelai tanpa kulit biji.
B.     Saran
1.      Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan protein pada ampas sisa pembuatan susu kedelai, dan pemanfaatan limbah sisa pembuatan susu kedelai (ampas) sebagai makanan.
2.      Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang kandungan protein pada susu kedelai dengan menggunakan metode lain.
3.      Dilihat dari perbandingan kadar proteinnya sebaiknya dalam pembuatan susu kedelai, kulit yang berada pada biji kedelai jangan dilepas.




DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, 2005. Kedelai. Jakarta : penebar swadaya.
Aman dan Harjo, 1973. Perbaikan Mutu Susu Kedelai di Dalam Botol. Bandung : Departemen perindustrian bogor.

Anonim, 2004. Susu Kedelai. http://id. Indomedia.com/bpost/102004/kalteng2. Html. Tanggal akses 20 maret 2014.

Buckle, 1987. Ilmu Pangan (terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiyono). Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Cahyadi, 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai. Jakarta : Bumi aksara.
Gaman, P.M & Sherrington, 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta : UGM Press

Iriyani,  N.  2001.  Pengaruh  penggunaan kulit biji kedelai  sebagai  pengganti jagung dalam ransum terhadap kecernaan  energi,  protein  dan kinerja domba. Animal Production. Journal   Produksi   Ternak.   Vol.   2November   2001.   Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Semarang
Koswara, Sutrisno dan Nuri Andarwulan, 1992. Kimia Vitamin Edisi Pertama. Jakarta : Rajawali Pers

Koswara, Sutrisno, 1997. Susu Kedelai Tidak Kalah Dengan Susu Sapi. http://www. Indomedia.com/intisari/diet. Tanggal akses 20 maret 2014.

Mudjajanto, Eddy & Kusuma Fauzi R, 2005. Susu Kedelai-Susu Nabati Yang Menyehatkan. Jakarta : PT agromedia pustaka.

Nugraheni , Arta dan Aatwika, Dhira, 2003. Pengaruh Penambahan Natrium Bikarbonat Dan Perlakuan Inokulasi Dalam Pembuatan Yoghurt Susu Kedelai. Buletin seminar nasional dan pertemuan tahunan perhimpunan ahli teknologi pangan indonesia. Bogor TP-86 : 1173-1183.

Poedjiadi, 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI press
Radiyati, T, 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Pustlibang fisika terapan-LIPI.

Rahmat, Rukmana, 1997. Kacang kedelai dan budidaya pasca panen. Yogyakarta : kanisius.

Santoso Budi Hieronimus, 1994. Susu dan Yogurt Kedelai. Yogyakarta : kanisius.
Santoso H, 2008. Protein dan Enzim. (http://www. Heruswn.teach-nology.com)
Diakses tanggal 20 maret 2014.
Smith, A.K, dan circle. 1972. Soybean Chemistry And Tecnologi. Connecticnt : The AVI publicing.

Soeditama, 1996. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta : dian rakyat.

Sudarmaji, S, 2007. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : liberty.

Sudarmaji, S, 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.

Sukma, Ardyan, dkk, 2010. Makalah Kimia Analisis Bahan Makanan, Analisis Protein Dengan Metode Kjedahl. Malang : Universitas Brawijaya.

Wirahadikusuma, 1981. Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Bandung : ITB.