KARYA
TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN KADAR PROTEIN
PADA SUSU KEDELAI (Glicine max Linn) DENGAN
KULIT
BIJI DAN TANPA KULIT BIJI
Oleh
:
LA ODE AZNAL MURSALIM
F.11.058
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
KENDARI
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah
satu permasalahan gizi yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih rendahnya konsumsi
protein. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dikembangkan penyediaan bahan
pangan yang mengandung zat gizi berprotein tinggi dan dapat dijangkau oleh daya
beli masyarakat (Koswara, S dan Nuri, A, 1992).
Protein
merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh sebagai zat pembangun dan
pengatur. Protein mengandung unsur karbon, oksigen, dan nitrogen yang banyak
terdapat pada kacang kedelai, daging, telur, ikan, dan susu. Tetapi kandungan
tertinggi terdapat dalam kedelai khususnya dalam bentuk susu (Poedjiadi, 1994).
Kedelai
merupakan salah satu tanaman yang telah dibudidayakan di Indonesia dari tahun
ke tahun. Hal ini memberikan isyarat bahwa kedelai mempunyai nilai ekonomi sosial
yang tinggi dan peranannya makin strategis dalam tatanan kehidupan manusia.
Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik
sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak, bahan baku industri maupun bahan
penyegar. Bahkan dalam tatanan perdagangan pasar internasional, kedelai
merupakan komoditas ekspor berupa minyak nabati, pakan ternak dan lain-lain ke
berbagai negara di dunia (Rukmana, Rahmad, 1996).
Susu
kedelai adalah minuman yang diperoleh dari sari kedelai, yang kaya akan
nutrisi. Susu kedelai bukan suatu obat, tetapi minuman tambahan yang dapat
menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat sehingga tidak mudah terserang penyakit.
Bahan baku yang digunakan adalah biji kedelai, dan sebagai tambahannya
digunakan pemanis dan pengaroma. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan
susu
sapi sehingga
susu
kedelai
dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi terhadap protein hewani (Cahyadi, 2007).
Sebagian
besar produsen susu kedelai pada saat pembuatan/pengolahan susu kedelai, biji
kedelai tersebut dikupas kulitnya agar susu kedelai yang dihasilkan berwarna putih
seperti susu sapi, sedangkan untuk pengolahan susu kedelai dengan kulit biji
masih sebagian kecil yang menggunakannya.
Berdasarkan uraian di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbandingan Kadar Protein Susu
Kedelai (Glicine max Linn) dengan Kulit Biji dan
Tanpa Kulit Biji”
B. Rumusan
Masalah
Berapa
besar perbandingan kadar protein pada susu kedelai (Glicine max Linn) dengan kulit biji dan tanpa kulit biji ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Untuk
menganalisis kadar protein pada susu kedelai.
2. Tujuan
khusus
a. Untuk
mengetahui kadar protein pada susu kedelai (Glicine
max Linn) dengan kulit biji.
b. Untuk
mengetahui kadar protein pada susu kedelai (Glicine
max Linn) tanpa kulit biji.
c. Untuk mengetahui perbandingan kadar protein pada susu
kedelai (Glicine
max Linn) dengan kulit biji dan tanpa kulit
biji.
D.
Ruang Lingkup
Penelitian ini
hanya dibatasi pada kadar protein pada susu kedelai (Glicine max Linn) dengan kulit biji dan
tanpa kulit biji.
E.
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang
diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu :
1. Dapat
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan protein susu kedelai
dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
2. Menambah
data ilmiah dan kegunaan protein pada susu kedelai.
3. Sebagai
bahan referensi dan literatur bagi
peneliti yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut.
F.
Hipotesis
Terdapat
perbedaan kadar protein pada susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit
biji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman
Kedelai
1. Klasifikasi
kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan
telah
dibudidayakan oleh
manusia sejak 2500
tahun SM. Kedelai
mulai dikenal
di Indonesia sejak
abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke
Bali, Nusa Tenggara, dan pulau- pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja
dan Soja
max. Namun pada
tahun
1948 telah disepakati
bahwa nama botani yang
dapat
diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivisio :
Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Family :
Leguminosae
Genus : Glycine
Spesies
: Glycine
max (L.) Merril (Adisarwanto, 2005)
Tanaman kedelai
umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak,
dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai
didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji
sehingga pertumbuhannya bisa optimal.
2. Biji
Kedelai
Di
dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai
ukuran bervariasi,
mulai dari kecil
(sekitar
7-9 g/100
biji),
sedang (10-13 g/100 biji), dan
besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung
pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur.
Biji
kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji
terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau
putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil,
berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit
biji bervariasi, mulai
dari kuning,
hijau,
coklat,
hitam,
atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut.
Gambar 1. Struktur
biji kedelai
Biji
kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian,
biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%.
Kulit biji kedelai merupakan limbah industry pembuatan tempe
yang
didapat setelah melalui proses perebusan dan perendaman
kacang kedelai. Setelah melalui
kedua
proses ini
maka
kulit biji
kedelai akan terpisah dan biasanya akan dibuang begitu
saja. Kulit
ini masih potensial
dimanfaatkan sebagai pakan ternak
mengingat kandungan protein
dan energinya yang cukup tinggi. Menurut bahwa kulit biji kedelai mengandung
protein kasar 17,98
%, lemak kasar
5,5
%, serat kasar
24,84 % dan energy metabolis 2898 kkal/kg. (Iriyani, 2001)
Kedelai dipilih sebagai bahan baku
susu karena memiliki kandungan gizi yang tinggi. Di antara kacang-kacangan, kadar protein kedelai memang paling tinggi.
Kandungan gizi kedelai
ditunjukkan pada Tabel
1.
Tabel 1:
Kandungan Gizi
dalam tiap 100 gram
Biji
Kedelai Kering
Kandungan Gizi
|
Proporsi
nutrisi dalam
biji
|
Kalori (kal)
Protein (gram)
Lemak (gram) Karbohidrat (gram)
Kalsium
(mgram) Fosfor
(mgram)
Zat besi
(mgram)
Vitamin
A (SI) Vitamin
B1 (mgram) Vitamin C (mgram) Air
(gram)
Bagian yang dapat dimakan (%)
|
268,00
30,90
15,10
30,10
196,00
506,00
6,90
95,00
0,93
0,00
20,00
100,00
|
(Sumber:
Rahmat Rukmana, 1997)
Pada dasarnya semua biji-bijian dapat diproses menjadi susu. Dengan diolah
menjadi susu akan
menaikkan nilai cerna dari biji-bijian tersebut.
B. Susu
Kedelai
1. Definisi
Susu kedelai
merupakan minuman
yang bergizi
karena kandungan
proteinnya tinggi. Selain itu susu kedelai
juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium,
phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12),
dan air (Radiyati, 1992).
Menurut Koswara (1992) susu kedelai adalah susu yang diperoleh
dengan cara penggilingan
biji kedelai yang
telah direndam dalam air. Hasil
penggilingan kemudian disaring untuk memperoleh
filtrat yang kemudian dididihkan dan diberi bumbu untuk meningkatkan
rasa.
Susu kedelai memiliki
berbagai kelebihan dibandingkan dengan produk susu hewani dan minuman
soft
drink lainnya. Produk ini menonjolkan
khasiat yang antara lain mengurangi kadar
gula darah pada tubuh kita. Selain
itu, menurut penelitian Dr
Edward, orang yang terbiasa mengkonsumsi susu kedelai, pada usia 80 tahun pun masih produktif (Anonim, 2004).
Susu kedelai dapat dibuat dengan teknologi dan peralatan sederhana, serta tidak memerlukan
keterampilan khusus, sehingga semua orang dapat membuat sendiri di rumah. Selain untuk konsumsi sendiri, susu kedelai juga dapat menjadi ladang usaha yang
prospektif bila dikelola dengan baik. Kendala
utama
yang dihadapi produsen adalah cepat rusaknya susu kedelai apabila susu
kedelai tidak
disimpan
di
lemari
pendingin.
Susu
kedelai
yang
rusak
ditandai dengan berubahnya
bau, warna, rasa, atau mengental, kemudian terjadi
pemisahan air dengan endapan sari
kedelai (Cahyadi, 2007).
Susu kedelai yang
dibuat secara tradisional memiliki flavor karakteristik yang tidak
disukai
konsumen.
Beany
flavor ini merupakan faktor intrinsik
yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif asam lemak tak jenuh karena aktivitas enzim lipoksigenase (Smith dan Circle, 1972). Salah satu cara untuk melunakkan dan
menghilangkan bau langu adalah dengan merendam biji kedelai dengan
larutan natrium bikarbonat (NaHCO3) 1,1% selama
8 jam (Nugraheni dan satwika, 2003).
2. Komposisi dan Nutrisi Susu Kedelai
Susu kedelai yang
mengandung
protein nabati tidak kalah gizinya dengan susu
yang berasal dari hewan (susu sapi). Komposisi gizi di dalam susu kedelai dan susu sapi dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2:
Komposisi Gizi Susu Kedelai
Cair dan Susu Sapi (dalam 100 gram)
Komponen
|
Susu Kedelai
|
Susu Sapi
|
Kalori (Kkal)
Protein (gram)
Lemak (gram) Karbohidrat (gram)
Kalsium
(mg) Fosfor (gram)
Besi (gram)
Vitamin A (SI)
Vitamin
B1 (tiamin) (mgram)
Vitamin C (mgram)
|
41,00
3,50
2,50
5,00
50,00
45,00
0,70
200,00
0,08
2,00
|
61,00
3,20
3,50
4,30
143,00
60,00
1,70
130,00
0,03
1,00
|
(Sumber: Aman dan Hardjo,
1973)
Susu kedelai baik dikonsumsi oleh orang-orang yang alergi susu sapi, yaitu orang-orang
yang tidak punya atau kekurangan enzim laktase (b-galaktosidase) dalam
saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa yang terkandung dalam
susu sapi (Koswara
Sutrisno, 1997). Ketahanan tubuh masing-masing orang
terhadap susu hewani yang
mengandung
laktosa berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
kandungan enzim laktase dalam mukosa usus. Enzim laktase
ini
berguna untuk
menghidrolisis laktosa menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa agar dapat digunakan untuk metabolisme dalam tubuh manusia. Bila kekurangan enzim laktase
maka
laktosa tidak dapat dicerna dengan baik, sebagai akibatnya laktosa akan tertimbun
dalam jaringan tubuh manusia sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan
tubuh. Lebih dari 70% orang-orang dewasa
di Afrika, Asia, dan Indian Amerika menunjukkan adanya
kekurangan enzim laktase (Buckle,
1987).
3. Khasiat Susu Kedelai
Berbagai khasiat susu kedelai yang
dapat dimanfaatkan adalah :
a. Minuman untuk penderita autisme.
b. Minuman untuk vegetarian.
c. Mengurangi kadar kholesterol darah.
d. Mencegah arteriosklerosis, hipertensi,
penyakit jantung koroner, dan stroke
e. Mencegah diabetes mellitus.
f. Menghambat menopause, dan
osteoporosis.
g. Mencegah migrain.
h. Mencegah kanker.
i. Mencegah penuaan dini.
4. Proses
Pembuatan Susu Kedelai
a. Memilih atau sortasi kedelai
Kedelai yang akan dibuat susu kedelai harus dipilih yang
bijinya utuh dan bagus. Kedelai yang kulitnya pecah, keriput, dan berjamur
harus dipisahkan. Begitu juga kotoran seperti kerikil dan cangkang kedelai yang
terbawa harus dibuang.
b. Merendam kedelai dalam larutan soda
kue
Setelah disortasi, kedelai diredam dalam air yang telah
ditambah soda kue dengan kosentrasi 0,25-0,5%. Artinya, jika jumlah air yang
dipakai 500 ml, jumlah soda kue yang diperlukan 125 mg dan peredaman dilakukan
selama 30 menit.
c. Merebus kedelai dan membuang kulit
Ari
Kedelai yang telah diredam, ditiriskan di atas tampah sampai
tidak ada air yang menetes lagi. Setelah itu, kedelai dibilas kemudian direbus
selama 30 menit. Perebusan berfungsi untuk menghilangkkan bau langu (off flavor) dan mengurangi zat anti gizi
(antitripsin) pada kedelai. Kedelai yang telah direbus dan agak dingin, dibuang
kulit arinya dengan cara diremas-remas.
d. Memblender atau menggiling
Kedelai yang sudah direbus dan dibuang kulit arinya,
dihaluskan menggunakan blender. Pada saat memblender jangan lupa untuk
menambahkan air panas yang temperaturnya 80-1000 C.
e. Menambahkan air panas
Untuk memperoleh cita rasa susu kedelai yang kuat dan khas,
bubur kedelai ditambah dengan air panas yang perbadingannya 15 : 1.
f. Menyaring bubur kedelai
Bubur
kedelai yang diencerkan, selanjutnya disaring. Penyaringan dilakukan
menggunakan kain kasa yang pori-porinya halus agar diperoleh susu kedelai yang
ukuran partikelnya kecil sehingga tidak ada endapan.
g. Menambahkan gula dan Esen
Susu kedelai mentah rasanya masih tawar, sehingga perlu ditambah
gula. Jumlah gula yang ditambahkan 5-7%. Artinya, jika jumlah susu kedelai
mentah 1 liter (1.000 mL), gula yang ditambahkan 50-70 gram.
h. Merebus susu kedelai mentah
Susu kedelai mentah yang telah ditambah gula dan esen,
direbus dalam panic. Setelah mendidih, api segera dikecilkan susu kedelai terus
direbus dengan api kecil selama 20 menit.
i. Menambahkan CMC (Carboxy Methyl
Cellulose)
Sebelum dimasukan dalam kemasan,
susu kedelai perlu ditambah CMC. Tujuannya untuk mencegah terjadinya endapan
pada susu kedelai. Kadar CMC yang ditambahkan sebanyak 100 mg per satu liter
susu kedelai atau 1 sendok teh CMC untuk 50 liter susu kedelai.
(Mudjajanto, Eddy dan Kusuma, Fauzi
R, 2005).
C.
Protein
1. Definisi
Protein berasal dari
bahasa Yunani yaitu proteios yang
berarti pertama yang menunjukan bahwa zat itu menjadi dasar kehidupan. Protein
adalah zat yang dibentuk oleh sel-sel hidup lebih dari separuh zat yang
terbentuk padat, didalam jaringan manusia dan hewan mamalia terdiri atas
protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup (Poedjiadi, 1994)
Protein merupakan salah satu kelompok
bahan makronutrien yang sangat penting. Senyawa ini didapat dalam sitoplasma
pada semua sel hidup baik manusia, hewan, unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.
Protein mirip dengan substansi organik lain seperti lemak dan karbohidrat
tetapi protein juga mengandung nitrogen, belerang, fosfor, dan besi (Gaman dan
Sherrington, 1994).
Protein yang dikonsumsi dari makanan
sehari-hari terdiri dari 20 macam asam amino. Sembilan diantarannya merupakan
asam amino esensial bagi tubuh. Asam amino esensial artinya asam amino yang
tidak dapat disintesa dalam tubuh, harus tersedia dalam makanan yang dikonsumsi
(Soeditama, 1996).
Di dalam tubuh manusia protein dipecah
menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida. Asam
amino adalah asam karbosilat yang
mempunyai amino pada atom karbon. Ada beberapa jenis asam amino yang terdapat
dalam molekul protein yaitu, alanin, arginin, asparagin, asam aspartat, asam
glutamat, fenilalanin, glutamine, glisin, histidin, isoleusin, leusin, lisin,
metionin, prolin, sistein, serin, treonin, triptofan, tirosin, 4-hidoksiprolin,
asam-asam amino ini terikat satu dengan yang lainnya oleh ikatan peptida (Poedjiadi,
1994).
Gambar
2. Jenis-jenis asam amino
Pada umumnya kadar protein didalam bahan
pangan ditentukan oleh mutu bahan pangan itu sendiri. Berdasarkan sumbernya,
protein terbagi dua (2) yaitu protein yang berasal dari hewan (protein hewani)
misalnya dari daging, telur, susu, dan produk olahan susu. Protein yang berasal
dari tumbuhan (protein nabati) misalnya kacang-kacangan.
2. Klasifikasi protein
Protein secara
biokimia diklasifikasikan berdasarkan fungsi biologis yaitu :
a. Protein
sebagai enzim, enzim merupakan jenis protein yang mempunyai sifat beragam dan
spesifik serta mempunyai fungsi sebagai katalis untuk reaksi biokimia contoh
ribonuklease, suatu enzim yang mengkatalisis dalam hidrolis RNA.
b. Protein
membangun berfungsi sebagai unsur pembentuk struktur misalnya glikoprotein
merupakan penunjang struktur dinding sel.
c. Protein
kontrakril merupakan golongan protein yang berfungsi dalam proses gerak
misalnya cincin terdapat dalam rambut gelat dan flagel.
d. Protein
pengangkut mempunyai kemampuan untuk mengikat molekul protein tertentu dan
melakukan pangangkutan berbagai macam zat melalui aliran darah misalnya
hemoglobin.
e. Protein
hormon seperti enzim hormon yang merupakan protein aktif misalnya insulin
mengatur proses metabolisme glukosa.
f. Protein
bersifat racun, beberapa protein yang bersifat racun terhadap hewan kelas
tinggi misalnya racun ular.
g. Protein
pelindung, umumnya terdapat pada darah vertebrata sebagai contoh trombin
berperan dalam mekanisme pembekuan darah.
h. Protein
cadangan, disimpan untuk berbagai proses dalam metabolisme contohnya zein dalam
jagung (Wirahadikusuma, 1981).
3. Fungsi protein
Protein
memegang
peranan
penting
dalam
berbagai
proses
biologi. Peran-peran tersebut antara lain:
a. Katalisis
enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem
biologi dikatalisis oleh enzim dan hampir semua enzim adalah
protein.
b.
Transportasi dan
penyimpanan
Berbagai molekul kecil
dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik. Misalnya transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan
transportasi oksigen di dalam otot oleh hemoglobin.
c.
Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein.
Contoh lainnya adalah pergerakan kromosom
saat proses mitosis dan
pergerakan sperma oleh flagela.
d.
Penunjang
mekanis
Ketegangan
kulit dan
tulang disebabkan oleh kolagen
yang merupakan protein fibrosa.
e.
Proteksi
imun
Antibodi merupakan
protein yang sangat spesifik
dan dapat mengenal serta berkombinasi
dengan benda asing seperti
virus, bakteri dan sel dari organisme lain.
f.
Membangkitkan
dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap
rangsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif terhadap
cahaya ditemukan pada sel
batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada sinapsis.
g.
Pengaturan
pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme
tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh protein faktor pertumbuhan.
Misalnya
faktor
pertumbuhan
saran mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon
merupakan protein (Santoso, H. 2008).
4. Metabolisme
protein
Protein yang terdapat dalam makanan kita
dicerna dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino, yang diabsorbsi dan
dibawa oleh darah ke hati. Sebagian asam amino diambil oleh hati. Sebagian lagi
diedarkan kedalam jaringan-jaringan diluar hati. Protein dalam sel-sel tubuh
dibentuk dari asam amino. Bila ada kelebihan asam amino dari jumlah yang
digunakan untuk biosintesis protein, kelebihan asam amino akan diubah menjadi
asam keto yang dapat masuk ke dalam siklus asam nitrat atau diubah menjadi asam
lemak.
Hati merupakan organ tubuh dimana
terjadi reaksi katabolisme maupun anabolisme. Asam amino yang dibuat dalam
hati, dibawa oleh darah ke dalam jaringan untuk digunakan. Proses anabolik juga
terjadi dalam jaringan luar hati. Asam amino yang terdapat dalam darah berasal
dari tiga sumber, yaitu absorbsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein
dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Banyaknya asam amino dalam darah
tergantung pada keseimbangan antara pembentukan asam amino dan penggunaanya.
Hati berfungsi sebagai pengatur konsentrasi asam amino dalam darah (Poedjiadi,
1994).
5.
Analisa Protein
a. Penentuan
N-total. Cara semi – mikro - kjeldahl
1. Ambil
10 mL susu atau larutan protein dan masukkan kedalam labu takar 100 mL dan
encerkan dengan aquadest sampai tanda.
2. Ambil
10 mL dari larutan ini dan masukkan ke dalam labu kjeldahl 500 mL dan tambahkan
10 mL H2SO4 (93 - 98%). Tambahkan 5 g campuran Na2SO4
– HgO (20 : 1) untuk katalisator.
3. Didihkan
sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 menit lagi. Setelah dingin, cucilah
dinding dalam labu kjeldahl dengan aquadest dan didihkan lagi selama 30 menit.
4. Setelah
dingin tambahkan 140 mL aquadest dan tambahkan 35 mL larutan NaOH-Na2SO4
dan beberapa butiran zink.
5. Kemudian
lakukan destilasi; distilat ditampung sebesar 100 mL dan Erlenmeyer yang berisi
25 mL larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator metil merah/metilen biru.
6. Titrasilah
larutan yang diperoleh dengan 0,02 HCl
7. Hitunglah
total N atau % protein dalam contoh
b. Penentuan N-Total. Cara makro-kjeldahl yang
dimodifikasi
1. Timbang 1 g bahan yang telah
dihaluskan, masukkan dalam labu
Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan
kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium
sulfat dan 0,35 g raksa
(II)
oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan
pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih.
Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan
dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 mL aquadest dalam
labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air)
dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan
natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari
es.
5. Pasanglah
labu Kjeldahl
dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl
perlahan-lahan sampai
dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan
cepat sampai mendidih.
5.
Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer
yang telah
diisi
dengan
larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak
5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk
ke dalam larutan
asam klorida 0,1N.
6. Proses destilasi selesai
jika destilat yang ditampung lebih kurang
75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang
tidak bereaksi dengan destilat dititrasi
dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik
akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan
warna larutan dari merah
menjadi kuning.
7. Buatlah larutan blangko dengan mengganti
bahan dengan aquadest, lakukan destruksi, distilasi dan titrasi seperti bahan contoh.
c. Penentuan
N-total. Cara gunning
1. Ditimbang
0,7 - 3,5 g bahan yang telah ditumbuk halus dan masukkan kedalam labu kjeldahl,
tambahkan 10 g k2S atau Na2SO4 anhidrat, dan
15 – 25 mL Na2SO4 pekat.
Kalau destruksi sukar dilakukan perlu ditambahkan 0,1 – 0,3 CuSO4,
dan digojok.
2. Kemudian
dipanaskan pada pemanas listrik atau api Bunsen dalam almari asam, mula–mula
dengan api kecil dan setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri
setelah cairan menjadi jerni tak berwarna.
3. Dibuat
pula perlakuan blangko yaitu seperti perlakuan diatas tanpa contoh.
4. Setelah
labu kjeldahl beserta cairannya menjadi dingin kemudian ditambahkan 200 mL
aquadest dan 1 g Zn, serta laritan NaOH 45% sampai cairan bersifat basis.
Pasanglah labu kjeldahl dengan segera pada alat distilasi.
5. panaskan
labu kjeldahl sampai ammonia menguap semua, distilat ditampung dalam Erlenmeyer
yang berisi 100 mL HCl 0,1 N yang suda diberi indikator phenopthalin 1%
beberapa tetes. Distilat diakhiri setelah volume distilat 150 mL atau setelah
distilat yang keluar tak bersifat basis.
6. Kelebihan
HCl 0,1N dalam distilat dititrasi dengan larutan basa standar (larutan NaOH
0,1N).
d. Penentuan
kadar protein. Cara titrasi formol
1. Pindahkan
10 mL susu atau larutan protein ke dalam Erlenmeyer 125 mL mL dan tambahkan 20
mL aquadest dan 0,4 mL larutan K-oksalat jenuh (K-oksalat : air = 1:3.
Perhatian : K-oksalat beracun) dan 1 mL phenolphthalein 1%. Didiamkan selama 2
menit.
2. Titrasilah
larutan contoh dengan NaOH sampai mencapai warna merah jambu.
3. Setelah
warna tecapai, tambahkan 2 mL larutan formaldehid 40% dan titrasilah kembali
dengan larutan NaOH sampai warna merah jambu. Catatlah titrasi kedua ini.
4. Buatlah titrasi
blanko yang terdiri dari : 20 mL aquadest + 0,4 mL larutan K-oksalat jenuh + 1
mL indikator phenolphthalein + 2 mL formaldehid; dan titrasilah dengan larutan
NaOH.
e. Penentuan
kadar protein. Cara spektrofotometer
1. Ambil 5
mL susu atau larutan protein dan encerkan sampai 100 mL dengan aquadest dalam
labu takar.
2. Dari
larutan diatas, ambil 5 mL dan tambahkan 10 mL larutan amido black dalam tabung
sentrifuge 15 mL dan gojoklah. Diamkan selama 10 menit dan kemudian
disentrifuge (2500 rpm) selama 5 menit.
3. Ambil 3
mL supernatant dan encerkan menjadi 200 mL dalam labu ukur dan bacalah Optical
Density (OD) dengan spektrofotometer (misalnya spectronic 20) pada panjang
gelombang 615 nm.
4. Buatlah
blanko dengan mengganti 5 mL larutan contoh dengan 5 mL aquadest.
5. Standarisasi
spektrofotometer pada OD nol dengan aquadest dan bacalah OD blanko (dengan
kuvet). Harga OD terkoreksi (OD – OD blanko) dipakai untuk menentukan kadar
protein dengan membaca pada kurva standar.
f. Penentuan
kadar protein . Cara Lowry
(Spektrofotometer)
Untuk menentukan kadar protein terlarut secara
cepat (misalnya untuk uji enzimologis) dapat digunakan metode lowry ini.
1. Penyiapan
kurva standar larutan protein
a. Siapkan
larutan protein (Misalnya Bovine Serum Albumin (BSA), albumin serum darah sapi,
kasein murni dan lain-lain) sekitar 300 µ
g/mL (ukur dengan tepat).
b. Siapkan
larutan protein tersebut dalam tabung reaksi sehingga kadarnya bertingkat dari
30-300 µ g/mL.
c. Tambahkan
ke dalam masing – masing tabung 8 mL reagen lowry B dan
biarkan paling sedikit 10 menit.
d. Tambahkan
kemudian 1 mL reagen lowry A, gojog dan biarkan 20 menit.
e. Bacalah
OD (absorbance) pada panjang gelombang 600 nm dengan Spektrofotometer.
f.
Buatlah kurva standar pada
kertas grafik yang menunjukkan hubungan antara OD (pada ordinat) dan
konsentrasi (pada absis).
2.
Penyiapan sampel.
a.
Larutan protein sampel
(contoh, cuplikan) yang terlarut misalnya enzim, albumin dan lain –lain
endapkan terlebih dahulu dengan ammonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung
dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan ammonium sulfat
dalam larutan).
b.
Pisahkan protein yang
mengendap dengan sentrifuge 11.000 rpm selama 10 menit. Pisahkan supernatannya.
c.
Persipitat yang merupakan
protein kemudian perlu dilarutkan kembali dengan buffer (dapar) asam asetat pH
5,0 misalnya sampai 10 mL.
d.
Kemudian ambil volume tertentu
dari larutan protein sampel dan lakukan
prosedur seperti pada penyiapan kurva standar larutan protein mulai dengan
penambahan lowry B dan seterusnya.
e.
Bacalah kadar protein OD yang
didapat dari larutan sampel dengan menggunakan kurva standar. Jangan lupa
memperhitungkan pengenceran sampel yang telah dilakukan (Sudarmadji, S, dkk.
2007).
Kadar
protein dalam suatu bahan makanan atau jaringan dapat ditetapkan di
laboratorium dengan menganalisa kandungan nitrogen dalam bahan tersebut. Salah
satu metode yang bisa digunakan untuk menentukan kandungan protein dalam bahan
makanan adalah metode Kjeldahl. Metode ini
merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein,
dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam
sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan alkali yang kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan
secara titrasi.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi.
a. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya.
Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O.
Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
protein + H2SO4 CO2+H2O
(NH4)2SO4
Hasil destruksi
b. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat
dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis
dan dipanaskan. Selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan
cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam
zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Kontak antara asam
dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam
mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
(NH4)2SO4 +
NaOH
NH3 +
H2O + Na2SO4
NH3 + H3BO3
(NH4
)3 BO3
+ 3H2O
c.
Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan
asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi
dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan
warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila
menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah (Sukma, Ardyan dkk, 2010) :
(NH4 )3 BO3 + 3 HCl 3NH4Cl + H3BO3
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan
Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik.
2.
Desain
Penelitian
Tabel 3 : Desain
penelitian
No
|
Sampel Uji
|
Pengulangan
|
Berat Sampel (g )
|
Volume Titrasi
(mL)
|
Kadar (%)
|
Rerata
|
1.
|
Susu kedelai A
|
A1……
A2……
A3.....
|
|
|
|
|
2.
|
Susu kedelai B
|
B1……
B2……
B3.....
|
|
|
|
|
Keterangan :
A = Susu
kedelai dengan kulit biji
B = Susu kedelai tanpa
kulit biji
B.
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Juni – Juli 2014 bertempat di
laboratorium Pangan Balai
Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM) Kendari.
C.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Pada
penelitian ini yang menjadi populasi adalah biji kedelai.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah susu
kedelai yang dibuat/diolah sendiri dengan dua variasi yaitu biji kedelai yang
masih dengan kulit bijinya dan dengan biji kedelai tanpa kulit biji.
D.
Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Susu kedelai dengan kulit
biji dan tanpa kulit biji
2. Variabel terikat : kadar protein.
E. Definisi Operasional
Dalam
penelitian ini, variabel
yang diteliti didefinisikan sebagai berikut :
1.
Susu kedelai dengan kulit biji merupakan susu
yang pada saat pengolahaannya/pembuatannya kulit biji kedelai tersebut tidak dibersihkan
sehingga susu yang dihasilkan cenderung berwarna putih agak kecoklat-coklatan.
2.
Susu kedelai tanpa kulit biji merupakan susu
yang pada saat pengolahaannya/pembuatannya kulit biji kedelai tersebut dibersihkan sehingga
susu yang dihasilkan berwarna putih.
3.
Protein adalah zat
makronutrien yang terkandung dalam susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa
kulit biji dalam biji kedelai yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh.
4. Kadar
protein adalah jumlah protein yang terkandung dalam susu kedelai dengan kulit
biji dan tanpa kulit biji yang digunakan dalam penelitian ini.
F. Kerangka
Konseptual
Tanaman kedelai
|
Biji
kedelai putih
|
Biji
tanpa kulit
|
Biji
dengan kulit
|
Susu
Kedelai
|
Kadar
protein (metode kjeldahl)
|
Hasil
|
Keterangan :
= variabel yang tidak diteliti
= variabel yang
diteliti
G. Alat dan
Bahan
1.
Alat yang digunakan :
a. Buret
25 mL
b. Destillation
Apparatus
c. Dekstruksi
Apparatus
d. Erlenmeyer
250 mL
e. Gelas
kimia 100 mL
f. Labu
Kjeldhal 500 mL
g. Labu
Tentukur 100 mL
h. Pipet
Volume 10 mL
i.
Pipet Volume 25 mL
j.
Timbangan Analitik
2.
Bahan yang digunakan yaitu :
a. Aquadest
b. Campuran
selen
c. H
3BO3 (asam borat)
d. HCl
(asam klorida )
e. H2SO4 (asam sulfat)
f. Indikator
metil merah/metilen biru
g. Indikator
phenopthalein
h. NaOH
(natrium hidroksida)
i.
Kacang kedelai
j.
Zn (zink)
H. Prosedur
Penelitian
1. Cara Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini
sampel yang digunakan yaitu kacang kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit
biji yang diolah menjadi susu kedelai, Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih sebagai anggota
sampel.
2.
Penyajian Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini disajikan dalam bentuk biji kedelai yang masih utuh yang diolah menjadi
susu kedelai.
3.
Pembuatan Sampel
a.
Susu kedelai tanpa kulit biji
1. Bersihkan kedelai dari segala kotoran, lalu ditimbang ± 50 gram kedelai kemudian cuci;
2.
Masukkan dalam
baskom, lalu
rendam dalam air
bersih selama 6-8 jam;
3. Cuci sampai kulit arinya terkelupas.
Masukkan dalam alat penggiling dan ditambah dengan air ± 1 liter lalu digilling.
4. Hasil larutan berupa susu, kemudian disaring.
5. Susu siap diuji.
b.
Susu
kedelai dengan kulit biji
1. Bersihkan kedelai dari segala kotoran,
lalu ditimbang ± 50 gram kedelai kemudian cuci;
2.
Masukkan dalam
baskom, lalu
rendam dalam air
bersih selama 6-8 jam;
3. Masukkan
dalam alat penggiling dan ditambah dengan air
± 1 liter lalu digilling.
4. Hasil gilingan berupa larutan susu, kemudian disaring.
5. Susu siap diuji.
3.
Pengujian Sampel
a. Pereaksi
1.
Indikator metil red/bromcresol green
100
mg metil merah + 30 mg metilen biru dilarutkan dalam 60 mL alkohol 95%.
Encerkan menjadi 100 mL dengan aquadest yang telah didihkan.
2.
Katalisator campuran selen
3.
Larutan asam borat (H3BO3)
4.
Larutan NaOH
5. Larutan baku HCl 0,02 N
b.Prosedur Kerja
1. Timbang seksama 0,51 gram contoh
masukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml.
2. Tambahkan 2 gram campuran selen dan
25 mL H2SO4 pekat.
3. Pasang labu kjeldahl ke
alat destruksi nitrogen, biarkan sampai mendidih dan larutan menjadi jernih
kehijau-hijauan (sekitar 45 menit).
4. Dinginkan, pindahkan ke dalam labutakar 100
mL, tambahkan dengan aquadest
sampai tanda.
5. Pipet 5 mL larutan contoh ke dalam
labu kjeldahl tambahkan 30 mL NaOH 30% dan beberapa tetes indikator
phenopthalein.
6. Suling kurang lebih 5 menit, sebagai
penampung gunakan 10 mL asam borat 2% yang telah ditambahkan indikator campuran (BCG dan MR)
7. Bilas ujung pendingin dengan air
suling.
8. Titrasi dengan larutan HCl 0,02 N
9. Kerja penetapan blanko seperti di
atas.
I.
Diagram Alir
Destruksi
selama 45 menit sampai jernih kehijau-hijauan
|
Dinginkan, pindahkan ke dalam labu takar 100 mL + aquadest sampai tanda
|
Pipet 5
mL larutan dalam labu destilasi
+ 30 mL NaOH 30% + 5 tetes phenopthalein
|
destilasi
|
Titrasi
dengan HCl 0,02 N
|
Temuan
|
Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 mL asam borat 2% + indikator campuran (BCG
dan MR)
|
2
gram campuran selen + 25 mL H2SO4 pekat
|
0,51
gram sampel, masukkan dalam labu kjeldahl
|
J.
Analisis Data
1.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Data
primer yaitu data yang diperoleh langsung dari tempat pengujian. Meliputi :
hasil kadar protein pada susu kedelai dengan menggunakan 3 tahap pengerjaan,
destruksi, destilasi dan titrasi.
b. Data
skunder yaitu data dari sumber – sumber penelitian yang relevan. Menurut
Standar Nasional (SNI) No.01-2891-1992 kadar protein susu kedelai minimal 25%
2.
Pengumpulan Data
Kadar
protein dalam contoh menggunakan rumus :
Jumlah
N total =
Keterangan
:
W : Berat sampel
V1 :
Volume HCl 0,02 N yang digunakan untuk titrasi contoh
V2 :
Volume HCl 0,02 N yang digunakan untuk titrasi blanko
N : Normalitas HCl
fk : Faktor konversi untuk susu (6,38)
fp : faktor pengencer
3.
Penyajian Data
Data
dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel kemudian dijelaskan secara
narasi.
4.
Pengolahan data
Data
yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji-t (-test) pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05).
Uji-t =
sd2 =
keterangan :
Sd2
= Standar deviasi
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah
sampel 2
= Rerata
susu kedelai dengan kulit biji
= Rerata susu kedelai tanpa
kulit biji
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Berdasarkan
hasil pengamatan dari analisis laboratorium dengan menggunakan metode kjeldahl diperoleh
rata-rata kandungan protein dalam susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa
kulit biji dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Data hasil penelitian kandungan protein pada susu kedelai
dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
No
|
Sampel Uji
|
Pengulangan
|
Berat Sampel (g)
|
Volume Titrasi
(mL)
|
Kadar (%)
|
Rerata
|
1.
|
Susu kedelai A
|
A1
A2
A3
|
0,5129
0,5138
0,5236
|
5,00
5,00
5,10
|
33,81
33,75
33,87
|
33,81
|
2.
|
Susu kedelai B
|
B1
B2
B3
|
0,5182
0,5237
0,5291
|
4,70
4,75
4,80
|
31,18
31,23
31,28
|
31,23
|
(Sumber: Data primer, 2014)
Keterangan :
A = Susu
kedelai dengan kulit biji
B = Susu kedelai tanpa
kulit biji
B.
Pembahasan
Susu kedelai merupakan
minuman kesehatan yang kaya akan kandungan gizi terutama proteinnya
yang tinggi.
Selain itu susu kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium,
phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12)
dan air.
Protein merupakan salah satu unsur
makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan karbohidrat. Protein
merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur- unsur C, H, O dan N dalam
ikatan kimianya. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada
beberapa jenis protein yang mengandung tembaga. Fungsi utama protein dalam tubuh
adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang
sudah ada agar tidak mudah rusak.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar protein pada susu kedelai
dengan kulit biji dan tanpa kulit biji. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah susu kedelai dengan kulit biji dan tanpa kulit biji.
Penetapan
kadar protein pada susu kedelai diuji secara kuantitatif dengan menggunakan
metode kjeldahl yang terdiri atas 3 tahap yaitu tahap destruksi, destilasi dan
titrasi. Sebelum dilakukan tahap destruksi terlebih dulu dilakukan pengolahan
sampel yaitu biji kedelai ditimbang sebanyak 50 gram lalu direndam selama 8 jam
dimasukkan dalam alat penggiling dan ditambahkan dengan air sebanyak 1 liter hasil
gilingan berupa susu lalu disaring dan susu siap diuji.
Pada
tahap destruksi, sampel didestruksi dengan penambahan H2SO4
pekat dan 2 gram campuran selen sebagai katalis, penambahan campuran selen
berfungsi untuk menaikan titik didih H2SO4 agar proses
oksidasi dapat berjalan lebih cepat. Proses destruksi ini bertujuan untuk berubah unsur Nitrogen
(N) menjadi (NH4)2SO4. Setelah tahap destruksi
dilakukan lagi tahap destilasi dengan penambahan larutan NaOH 30% sebanyak 30
mL dan 5 tetes indikator phenopthalein lalu didestilasi selama 5 menit, hasil
destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi asam borat yang telah ditambah
dengan indikator bromcresol green dan metil red.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat
dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis
dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
borat 2 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan
ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam
mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator bromcresol green dan metil red. Lalu
tahap terakhir yaitu tahap titrasi, hasil destilasi yang ditampung dalam asam
borat dititrasi dengan HCl 0,02 N dengan perubahan warna dari biru menjadi
merah muda.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
kadar rata-rata protein pada susu kedelai dengan kulit biji sebesar 33,81% dan
kadar rata-rata susu kedelai tanpa kulit biji sebesar 31,23%. Setelah diketahui
kadar rata-rata dilanjutkan dengan analisis uji-t (-test) pada taraf kepercayaan
95% (α = 0,05) dan didapatkan harga t hitung 57,46 dibandingkan dengan t tabel
dengan df = n-1 = 3-1 = 2, sehingga t tabel = 2,919, karena t hitung 57,46 ˃
2,919 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kadar protein pada susu
kedelai (Glicine max Linn) dengan kulit bji dan tanpa kulit biji. Kandungan protein susu kedelai dengan kulit biji
lebih tinggi dari pada susu kedelai tanpa kulit biji disebabkan karena dalam
kulit biji kedelai masih terdapat protein. Selain protein di dalam kulit biji
kedelai masih terdapat lemak kasar dan serat kasar.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis data dalam penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1. % Kadar
rata-rata protein dalam susu kedelai dengan kulit biji sebesar 33,81
%.
2.
% Kadar rata-rata protein
dalam susu kedelai tanpa kulit biji sebesar 31,23%.
3.
Susu kedelai dengan kulit
biji lebih besar kandungan proteinnya dari pada susu kedelai tanpa kulit biji.
B.
Saran
1.
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang kandungan protein pada ampas sisa pembuatan susu kedelai,
dan pemanfaatan limbah sisa pembuatan susu kedelai (ampas) sebagai makanan.
2.
Perlu dilakukan penelitian
selanjutnya tentang kandungan protein pada susu kedelai dengan menggunakan
metode lain.
3.
Dilihat dari perbandingan
kadar proteinnya sebaiknya dalam pembuatan susu kedelai, kulit yang berada pada
biji kedelai jangan dilepas.
DAFTAR
PUSTAKA
Adisarwanto, 2005. Kedelai. Jakarta : penebar swadaya.
Aman dan
Harjo, 1973. Perbaikan Mutu Susu Kedelai di Dalam
Botol.
Bandung : Departemen perindustrian bogor.
Anonim,
2004. Susu Kedelai. http://id.
Indomedia.com/bpost/102004/kalteng2. Html. Tanggal akses 20 maret 2014.
Buckle,
1987. Ilmu Pangan
(terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiyono). Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Cahyadi, 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai.
Jakarta : Bumi aksara.
Gaman,
P.M & Sherrington, 1994. Pengantar
Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi.
Yogyakarta : UGM Press
Iriyani, N.
2001. Pengaruh penggunaan kulit biji kedelai sebagai
pengganti jagung dalam ransum terhadap
kecernaan
energi,
protein dan kinerja
domba. Animal Production. Journal Produksi Ternak. Vol. 2November 2001.
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Semarang
Koswara,
Sutrisno dan Nuri Andarwulan, 1992. Kimia
Vitamin Edisi Pertama. Jakarta : Rajawali Pers
Koswara,
Sutrisno, 1997. Susu Kedelai Tidak Kalah
Dengan Susu Sapi. http://www.
Indomedia.com/intisari/diet. Tanggal akses 20 maret 2014.
Mudjajanto,
Eddy & Kusuma Fauzi R, 2005. Susu
Kedelai-Susu Nabati Yang Menyehatkan.
Jakarta : PT agromedia pustaka.
Nugraheni
, Arta dan Aatwika, Dhira, 2003. Pengaruh
Penambahan Natrium Bikarbonat Dan Perlakuan Inokulasi Dalam Pembuatan Yoghurt
Susu Kedelai. Buletin seminar nasional dan
pertemuan tahunan perhimpunan ahli teknologi pangan indonesia. Bogor TP-86 : 1173-1183.
Poedjiadi, 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI
press
Radiyati,
T, 1992. Pengolahan Kedelai.
Subang : BPTTG
Pustlibang fisika terapan-LIPI.
Rahmat, Rukmana,
1997. Kacang kedelai dan budidaya pasca
panen. Yogyakarta : kanisius.
Santoso Budi Hieronimus, 1994. Susu
dan Yogurt Kedelai.
Yogyakarta : kanisius.
Diakses
tanggal 20 maret 2014.
Smith,
A.K, dan circle. 1972. Soybean Chemistry
And Tecnologi. Connecticnt : The AVI publicing.
Soeditama,
1996. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan
Profesi Jilid I. Jakarta : dian rakyat.
Sudarmaji,
S, 2007. Prosedur Analisis Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : liberty.
Sudarmaji,
S, 1989. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian.
Yogyakarta : Liberty.
Sukma, Ardyan,
dkk, 2010. Makalah Kimia Analisis Bahan
Makanan, Analisis Protein Dengan Metode Kjedahl. Malang : Universitas
Brawijaya.
Wirahadikusuma,
1981. Biokimia Protein, Enzim dan Asam
Nukleat.
Bandung : ITB.